Rabu, 24 Februari 2010

KONSEP TERJADINYA GIZI BURUK MENURUT UNICEF

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI).
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Penyebab gizi buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
(1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
(2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
• Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat;
• Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak;
• Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
Dua Tipe Gizi Buruk (Kwasiorkor dan Marasmus)
Kwasiorkor
Memiliki ciri: (1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab; (2) pandangan mata sayu; (3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok; (4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; (5) terjadi pembesaran hati; (6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk; (7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis); (8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; (9) anemia dan diare.
Marasmus
Memiliki ciri-ciri: (1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit; (2) wajah seperti orang tua; (3) mudah menangis/cengeng dan rewel; (4) kulit menjadi keriput; (5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar); (6) perut cekung, dan iga gambang; (7) seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); (8) diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.