Senin, 24 Mei 2010

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN

a. Pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi :
1. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 ( 95 %);
2. Cakupan pertolongan persalinan oleh Bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (90 %);
3. Ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk (100 %);
4. Cakupan kunjungan neonatus (90 %);
5. Cakupan kunjungan bayi (90%);
6. Cakupan bayi berat lahir rendah / BBLR yang ditangani (100%).

b. Pelayanan kesehatan Anak Pra sekolah dan Usia
Sekolah:
1. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah (90%);
2. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih / guru UKS/Dokter Kecil (100%);
3. Cakupan pelayanan kesehatan remaja (80%).

c. Pelayanan Keluarga Berencana :
Cakupan peserta aktif KB (70%).

d. Pelayanan imunisasi :
Desa/ Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) (100%).

e. Pelayanan Pengobatan / Perawatan :
1. Cakupan rawat jalan (15 %);
2. Cakupan rawat inap (1,5 %).

f. Pelayanan Kesehatan Jiwa :
Pelayanan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan umum (15%).
g. Pemantauan pertumbuhan balita :
1. Balita yang naik berat badannya (80 %);
2. Balita Bawah Garis Merah (< 15 %). h. Pelayanan gizi : 1. Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun (90%); 2. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe (90%); 3. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi Bawah Garis Merah dari keluarga miskin (100%); 4. Balita gizi buruk mendapat perawatan (100%). i. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar dan Komprehensif : 1. Akses terhadap ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk menangani rujukan ibu hamil dan neonatus (80%); 2. Ibu hamil risiko tinggi / komplikasi yang ditangan(80%); 3. Neonatal risiko tinggi / komplikasi yang ditangani (80%). j. Pelayanan gawat darurat : Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat (90%) k. Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Gizi Buruk : 1. Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam (100%); 2. Kecamatan bebas rawan gizi (80%). l. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio: Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk < 15 tahun ( ≥1). m. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TB Paru: Kesembuhan penderita TBC BTA positif (> 85%).

n. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA:
Cakupan balita dengan pneumonia yang ditangani
(100%).
o. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-
AIDS:
1. Klien yang mendapatkan penanganan HIV-AIDS (100%);
2. Infeksi menular seksual yang diobati (100%).

p. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) :
Penderita DBD yang ditangani (80%).

q. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Diare:
Balita dengan diare yang ditangani (100%).

r. Pelayanan kesehatan lingkungan :
Institusi yang dibina (70%).

s. Pelayanan pengendalian vektor:
Rumah/bangunan bebas jentik nyamuk Aedes (>95%).

t. Pelayanan hygiene sanitasi di tempat umum :
Tempat umum yang memenuhi syarat (80%).

u. Penyuluhan perilaku sehat :
1. Rumah tangga sehat (65%);
2. Bayi yang mendapat ASI- eksklusif (80%);
3. Desa dengan garam beryodium baik (90%);
4. Posyandu Purnama (40%).
v. Penyuluhan Pencegahan dan Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif (P3 NAPZA) berbasis masyarakat:
Upaya penyuluhan P3 NAPZA oleh petugas
kesehatan ( 15%).
w. Pelayanan penyediaan obat dan perbekalan
kesehatan:
1. Ketersedian obat sesuai kebutuhan (90%);
2. Pengadaan obat esensial (100%);
3. Pengadaan obat generik (100%).
x. Pelayanan penggunaan obat generik:
Penulisan resep obat generik (90%).
y. Penyelenggaraan pembiayaan untuk pelayanan
kesehatan perorangan:
Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar
(80%).
z. Penyelenggaraan pembiayaan untuk Keluarga
Miskin dan masyarakat rentan :

Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan Keluarga Miskin dan masyarakat rentan (100%). (3) Di luar jenis pelayanan yang tersebut pada ayat (2), Kabupaten/Kota tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai dengan kebutuhan antara lain :
• Pelayanan Kesehatan Kerja : Cakupan pelayanan kesehatan kerja pada pekerja
• formal (80%).
• Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut :
• Cakupan pelayanan kesehatan pra usia lanjut
• dan usia lanjut (70%).
• Pelayanan gizi :
• Cakupan wanita usia subur yang mendapatkan
• kapsul yodium (80%).
• Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV- AIDS :
• Darah donor diskrining terhadap HIV-AIDS (100%).
• Pencegahan dan pemberantasan penyakit Malaria: Penderita malaria yang diobati (100%).
• Pencegahan dan pemberantasan penyakit Kusta: Penderita kusta yang selesai berobat (RFT rate) (>90%).
• Pencegahan dan pemberantasan penyakit Filariasis: Kasus filariasis yang ditangani ( ≥ 90%).


(Disadur dan diringkas dari Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, Permenkes RI No. 741/Menkes/PER/VII/2008, hal.5-6)

Jumat, 07 Mei 2010

diduga malpraktek pasien mengalami ulkus pada perut

Rumah Sakit Permata Bunda, Bekasi diduga melakukan malpraktik terhadap seorang ibu saat melakukan operasi caesar. Korban mengalami pendarahan karena perutnya berlubang setelah menjalani operasi.Korban adalah Erna Cahyaningrum, warga Perumahan Griya Persada Elok, Blok B6 RT 05 RW 06, Mustika Jaya, Kota Bekasi.

Wanita yang merupakan istri Galih itu, menjalani operasi cecar di RS Permata Bunda yang terletak di Jalan Mustika Jaya, Kampung Ciketing, Kota Legenda, Kota Bekasi, saat hendak melahirkan anak pertamanya. Menurut Galih, istrinya dibawa ke rumah sakit tersebut pada Minggu 17 Mei 2009 lalu untuk melahirkan anak pertama mereka.
Di rumah sakit itu Erna harus menjalani operasi ceasar. Setelah puteri mereka lahir, Erna menginap selama tiga hari di rumah sakit tersebut untuk penyembuhan dan menjalani perawatan medis lebih lanjut.
Setelah tiga hari menjalani rawat inap, Erna diperbolehkan pulang ke rumah. Saatmelakukan kontrol di bidan terdekat. Ternyata, bidan menemukan lubang pada bagian perut sebelah kanan bekas luka ceasar Erna.Selain itu, dari luka tersebut juga mengeluarkan darah dan nanah. Sang bidan menyarankan agar melakukan cek kembali ke rumah sakit tempat Erna dioperasi ceasar.
Bidan juga mengatakan kalau perut bekas dioperasi ceasar itu ternyata tidak dijahit. Sebelumnya, menurut Galih dirinya memang diberitahukan dokter yang menangani istrinya, kalau usai menjalani cecar perut istrinya itu tidak dijahit, melainkan dengan cara dilem atau menggunakan perekat.
Kemudian pada Minggu 24 Mei 2009 lalu, Galih kembali membawa istrinya ke RS Permata Bunda, untuk menjalani operasi dan dijahit.
Sayangnya, setelah menjalani rawat inap ternyata perut Erna kembali berlubang pada bagian kanan dan kirinya. Bahkan juga mengeluarkan darah seperti sebelumnya.
.
ANALISA SITUASI
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Dalam kasus diatas bisa disebabkan akibat kelalaian tenaga medis yang kurang tanggap dan kompeten dalam menangani pasien, seharusnya pasien normal Caesar yang masuk ke rumah sakit isa sembuh dalam luka jahitan selama beberapa bulan namun hal ini malah menambah penyakit pada pasient sehingga pasien harus mengeluarkan biaya dan waktu lebih dalam mengobati penyakit yang datang dikemudian hari .Hal ini tidak akan terjadi apabila tenaga kesehatan dapat meemperhatikan lebih terhadap safety pasien, terutama terhadap keselamatan jiwa pasien.
Keselamatan dan terjaminnya kesehatan pasien merupakan indicator utama dalam pelayanan kesehatan, kasus diatas tidak jarang ditemukan saat tenaga kesehatan yang menangani tidak menjalankan protap yang telah ditetapkan.Padahal protap biasany telah diletakan pada setiap tempat diruangan rumah sakit .
Namun karena kasus diatas baru dalam masa pemeriksaan maka belum bisa dikategorikan sebagai kasus malpraktek.karena kesalahan bisa saja terjadi karna faktor intern yang ada pada diri pasien. Bisa jadi kecelakaan diakibatkan karena aktifitas dan tingkah laku pasien yang salah sehingga menggagu terhadap masa penyembuhan luka jahitan setelah operasi.
Beranjak dari semua uraian diatas bagaimanapun sehatusnya rumah sakit harus lebih peduli dan perhatian terhadap kasus kasus yang terjadi pada pasien terutama hal hal yang menangkut keselamatan jiwa pasien.
Seorang dokter harus memeriksa dahulu apakah pelayanan kesehatan yang diberikan cocok dengan jiwa dan struktur genetic pasien, sehingga dalam masa pengobatan tidak menimbulkan penyakit tambahan yang menambah penderiataan pasien dikemudian hari.Seorang dokter juga harus memberikan informasi yang lengkap dan jelas, sehingga pasien tidak melakukan kesalahan kesalahan dalam bertindak.

Sabtu, 24 April 2010

Alhaamdulillah......

akhirnya....
dengan bersimbah darah selesai jga.....
walu tampilan seadanya
namun semga blog ini mampu membawa mamfaat
aamienn....

Kamis, 25 Maret 2010

Catatan hati

assalamulaikum
huffff,,,
ternyta dah makin lama juga ngak ngsi blog ini
saat ini ana mw cerita tentang kehidupan
hidup adalah perjuangn untuk menggapai redhoNYA
yah itulah salah satu moto ana ...
n ternyata banyak sekali perjuangan yang ana lalui
mulai dari akademik,kuliah, organisasi bahkan perjuangn untuk menggapai redo tertinggi
yah,,,,cobaan terpaan bahkan hempasan angin puting beliaung kadng menyapa hati
bahkan tak sekali trun hujan,,,namun kembali lagi,,, karna hidup adalah perjuangan,,,,
saat ini ana mersa sedih ...
betapa bnyak kader dakwah yng mundur kala berperang...n ini juga dialami oleh teman2 seperjuangan...
ada rasa iba di hati...namun mungkin melalui ketikan huruf2 ini ana bisa bercerita
betapa hati ini sangat menginkan dirimu kembali wahai ukhty...
tidakkah ingat msa kita merajut asa bahwasannya kita akan menyaksikan bumi bahwa islam akan kembali berjaya?
n kita akan menjadi orang2 yang menyaksikannya
mgkin'
hnya in

Rabu, 24 Februari 2010

KONSEP TERJADINYA GIZI BURUK MENURUT UNICEF

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI).
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Penyebab gizi buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
(1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
(2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
• Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat;
• Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak;
• Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
Dua Tipe Gizi Buruk (Kwasiorkor dan Marasmus)
Kwasiorkor
Memiliki ciri: (1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab; (2) pandangan mata sayu; (3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok; (4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; (5) terjadi pembesaran hati; (6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk; (7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis); (8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; (9) anemia dan diare.
Marasmus
Memiliki ciri-ciri: (1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit; (2) wajah seperti orang tua; (3) mudah menangis/cengeng dan rewel; (4) kulit menjadi keriput; (5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar); (6) perut cekung, dan iga gambang; (7) seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); (8) diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.