Senin, 24 Mei 2010

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN

a. Pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi :
1. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 ( 95 %);
2. Cakupan pertolongan persalinan oleh Bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (90 %);
3. Ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk (100 %);
4. Cakupan kunjungan neonatus (90 %);
5. Cakupan kunjungan bayi (90%);
6. Cakupan bayi berat lahir rendah / BBLR yang ditangani (100%).

b. Pelayanan kesehatan Anak Pra sekolah dan Usia
Sekolah:
1. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah (90%);
2. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih / guru UKS/Dokter Kecil (100%);
3. Cakupan pelayanan kesehatan remaja (80%).

c. Pelayanan Keluarga Berencana :
Cakupan peserta aktif KB (70%).

d. Pelayanan imunisasi :
Desa/ Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) (100%).

e. Pelayanan Pengobatan / Perawatan :
1. Cakupan rawat jalan (15 %);
2. Cakupan rawat inap (1,5 %).

f. Pelayanan Kesehatan Jiwa :
Pelayanan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan umum (15%).
g. Pemantauan pertumbuhan balita :
1. Balita yang naik berat badannya (80 %);
2. Balita Bawah Garis Merah (< 15 %). h. Pelayanan gizi : 1. Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun (90%); 2. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe (90%); 3. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi Bawah Garis Merah dari keluarga miskin (100%); 4. Balita gizi buruk mendapat perawatan (100%). i. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar dan Komprehensif : 1. Akses terhadap ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk menangani rujukan ibu hamil dan neonatus (80%); 2. Ibu hamil risiko tinggi / komplikasi yang ditangan(80%); 3. Neonatal risiko tinggi / komplikasi yang ditangani (80%). j. Pelayanan gawat darurat : Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat (90%) k. Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Gizi Buruk : 1. Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam (100%); 2. Kecamatan bebas rawan gizi (80%). l. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio: Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk < 15 tahun ( ≥1). m. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TB Paru: Kesembuhan penderita TBC BTA positif (> 85%).

n. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA:
Cakupan balita dengan pneumonia yang ditangani
(100%).
o. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-
AIDS:
1. Klien yang mendapatkan penanganan HIV-AIDS (100%);
2. Infeksi menular seksual yang diobati (100%).

p. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) :
Penderita DBD yang ditangani (80%).

q. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Diare:
Balita dengan diare yang ditangani (100%).

r. Pelayanan kesehatan lingkungan :
Institusi yang dibina (70%).

s. Pelayanan pengendalian vektor:
Rumah/bangunan bebas jentik nyamuk Aedes (>95%).

t. Pelayanan hygiene sanitasi di tempat umum :
Tempat umum yang memenuhi syarat (80%).

u. Penyuluhan perilaku sehat :
1. Rumah tangga sehat (65%);
2. Bayi yang mendapat ASI- eksklusif (80%);
3. Desa dengan garam beryodium baik (90%);
4. Posyandu Purnama (40%).
v. Penyuluhan Pencegahan dan Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif (P3 NAPZA) berbasis masyarakat:
Upaya penyuluhan P3 NAPZA oleh petugas
kesehatan ( 15%).
w. Pelayanan penyediaan obat dan perbekalan
kesehatan:
1. Ketersedian obat sesuai kebutuhan (90%);
2. Pengadaan obat esensial (100%);
3. Pengadaan obat generik (100%).
x. Pelayanan penggunaan obat generik:
Penulisan resep obat generik (90%).
y. Penyelenggaraan pembiayaan untuk pelayanan
kesehatan perorangan:
Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar
(80%).
z. Penyelenggaraan pembiayaan untuk Keluarga
Miskin dan masyarakat rentan :

Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan Keluarga Miskin dan masyarakat rentan (100%). (3) Di luar jenis pelayanan yang tersebut pada ayat (2), Kabupaten/Kota tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai dengan kebutuhan antara lain :
• Pelayanan Kesehatan Kerja : Cakupan pelayanan kesehatan kerja pada pekerja
• formal (80%).
• Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut :
• Cakupan pelayanan kesehatan pra usia lanjut
• dan usia lanjut (70%).
• Pelayanan gizi :
• Cakupan wanita usia subur yang mendapatkan
• kapsul yodium (80%).
• Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV- AIDS :
• Darah donor diskrining terhadap HIV-AIDS (100%).
• Pencegahan dan pemberantasan penyakit Malaria: Penderita malaria yang diobati (100%).
• Pencegahan dan pemberantasan penyakit Kusta: Penderita kusta yang selesai berobat (RFT rate) (>90%).
• Pencegahan dan pemberantasan penyakit Filariasis: Kasus filariasis yang ditangani ( ≥ 90%).


(Disadur dan diringkas dari Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, Permenkes RI No. 741/Menkes/PER/VII/2008, hal.5-6)

Jumat, 07 Mei 2010

diduga malpraktek pasien mengalami ulkus pada perut

Rumah Sakit Permata Bunda, Bekasi diduga melakukan malpraktik terhadap seorang ibu saat melakukan operasi caesar. Korban mengalami pendarahan karena perutnya berlubang setelah menjalani operasi.Korban adalah Erna Cahyaningrum, warga Perumahan Griya Persada Elok, Blok B6 RT 05 RW 06, Mustika Jaya, Kota Bekasi.

Wanita yang merupakan istri Galih itu, menjalani operasi cecar di RS Permata Bunda yang terletak di Jalan Mustika Jaya, Kampung Ciketing, Kota Legenda, Kota Bekasi, saat hendak melahirkan anak pertamanya. Menurut Galih, istrinya dibawa ke rumah sakit tersebut pada Minggu 17 Mei 2009 lalu untuk melahirkan anak pertama mereka.
Di rumah sakit itu Erna harus menjalani operasi ceasar. Setelah puteri mereka lahir, Erna menginap selama tiga hari di rumah sakit tersebut untuk penyembuhan dan menjalani perawatan medis lebih lanjut.
Setelah tiga hari menjalani rawat inap, Erna diperbolehkan pulang ke rumah. Saatmelakukan kontrol di bidan terdekat. Ternyata, bidan menemukan lubang pada bagian perut sebelah kanan bekas luka ceasar Erna.Selain itu, dari luka tersebut juga mengeluarkan darah dan nanah. Sang bidan menyarankan agar melakukan cek kembali ke rumah sakit tempat Erna dioperasi ceasar.
Bidan juga mengatakan kalau perut bekas dioperasi ceasar itu ternyata tidak dijahit. Sebelumnya, menurut Galih dirinya memang diberitahukan dokter yang menangani istrinya, kalau usai menjalani cecar perut istrinya itu tidak dijahit, melainkan dengan cara dilem atau menggunakan perekat.
Kemudian pada Minggu 24 Mei 2009 lalu, Galih kembali membawa istrinya ke RS Permata Bunda, untuk menjalani operasi dan dijahit.
Sayangnya, setelah menjalani rawat inap ternyata perut Erna kembali berlubang pada bagian kanan dan kirinya. Bahkan juga mengeluarkan darah seperti sebelumnya.
.
ANALISA SITUASI
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Dalam kasus diatas bisa disebabkan akibat kelalaian tenaga medis yang kurang tanggap dan kompeten dalam menangani pasien, seharusnya pasien normal Caesar yang masuk ke rumah sakit isa sembuh dalam luka jahitan selama beberapa bulan namun hal ini malah menambah penyakit pada pasient sehingga pasien harus mengeluarkan biaya dan waktu lebih dalam mengobati penyakit yang datang dikemudian hari .Hal ini tidak akan terjadi apabila tenaga kesehatan dapat meemperhatikan lebih terhadap safety pasien, terutama terhadap keselamatan jiwa pasien.
Keselamatan dan terjaminnya kesehatan pasien merupakan indicator utama dalam pelayanan kesehatan, kasus diatas tidak jarang ditemukan saat tenaga kesehatan yang menangani tidak menjalankan protap yang telah ditetapkan.Padahal protap biasany telah diletakan pada setiap tempat diruangan rumah sakit .
Namun karena kasus diatas baru dalam masa pemeriksaan maka belum bisa dikategorikan sebagai kasus malpraktek.karena kesalahan bisa saja terjadi karna faktor intern yang ada pada diri pasien. Bisa jadi kecelakaan diakibatkan karena aktifitas dan tingkah laku pasien yang salah sehingga menggagu terhadap masa penyembuhan luka jahitan setelah operasi.
Beranjak dari semua uraian diatas bagaimanapun sehatusnya rumah sakit harus lebih peduli dan perhatian terhadap kasus kasus yang terjadi pada pasien terutama hal hal yang menangkut keselamatan jiwa pasien.
Seorang dokter harus memeriksa dahulu apakah pelayanan kesehatan yang diberikan cocok dengan jiwa dan struktur genetic pasien, sehingga dalam masa pengobatan tidak menimbulkan penyakit tambahan yang menambah penderiataan pasien dikemudian hari.Seorang dokter juga harus memberikan informasi yang lengkap dan jelas, sehingga pasien tidak melakukan kesalahan kesalahan dalam bertindak.

Sabtu, 24 April 2010

Alhaamdulillah......

akhirnya....
dengan bersimbah darah selesai jga.....
walu tampilan seadanya
namun semga blog ini mampu membawa mamfaat
aamienn....

Kamis, 25 Maret 2010

Catatan hati

assalamulaikum
huffff,,,
ternyta dah makin lama juga ngak ngsi blog ini
saat ini ana mw cerita tentang kehidupan
hidup adalah perjuangn untuk menggapai redhoNYA
yah itulah salah satu moto ana ...
n ternyata banyak sekali perjuangan yang ana lalui
mulai dari akademik,kuliah, organisasi bahkan perjuangn untuk menggapai redo tertinggi
yah,,,,cobaan terpaan bahkan hempasan angin puting beliaung kadng menyapa hati
bahkan tak sekali trun hujan,,,namun kembali lagi,,, karna hidup adalah perjuangan,,,,
saat ini ana mersa sedih ...
betapa bnyak kader dakwah yng mundur kala berperang...n ini juga dialami oleh teman2 seperjuangan...
ada rasa iba di hati...namun mungkin melalui ketikan huruf2 ini ana bisa bercerita
betapa hati ini sangat menginkan dirimu kembali wahai ukhty...
tidakkah ingat msa kita merajut asa bahwasannya kita akan menyaksikan bumi bahwa islam akan kembali berjaya?
n kita akan menjadi orang2 yang menyaksikannya
mgkin'
hnya in

Rabu, 24 Februari 2010

KONSEP TERJADINYA GIZI BURUK MENURUT UNICEF

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI).
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Penyebab gizi buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
(1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
(2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
• Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat;
• Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak;
• Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
Dua Tipe Gizi Buruk (Kwasiorkor dan Marasmus)
Kwasiorkor
Memiliki ciri: (1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab; (2) pandangan mata sayu; (3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok; (4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; (5) terjadi pembesaran hati; (6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk; (7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis); (8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; (9) anemia dan diare.
Marasmus
Memiliki ciri-ciri: (1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit; (2) wajah seperti orang tua; (3) mudah menangis/cengeng dan rewel; (4) kulit menjadi keriput; (5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar); (6) perut cekung, dan iga gambang; (7) seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); (8) diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

Kamis, 24 Desember 2009

PERANAN SEKTOR TERKAIT PEMERINTAH PUSAT DAN PROVINSI DALAM KESEHATAN REPRODUKSI

Agar kebijakan, strategi dan program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dilakukan upaya terpadu antara sektor pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten / kota, kecamatan dan desa); antara DPR dan DPRD provinsi dan kabupaten / kota; antara LSM dan lembaga non pemerintah; antara sector usaha; antara tenaga professional dan organisasi provinisi, Perguruan Tinggi dan masyarakat
Di Indonesia, tingginya angka kematian ibu dan kematian balita yang pada tahun 1997 berada pada 23-78 kematian per 1.000 kelahiran hidup (Indonesia Human Development Report 2005) memperlihatkan rendahnya pelayanan kesehatan yang diterima ibu dan anak serta rendahnya akses informasi yang dimiliki ibu dan anak.
Angka itu pun masih harus dilihat secara kritis karena terdapat perbedaan yang besar antarwilayah di Indonesia. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2005 menyebutkan, pada tahun 1995, misalnya, AKI di Papua adalah 1.025, di Maluku 796, dan di Jawa Barat 686, sementara angka nasional adalah 334. Pada tahun 1986 besaran AKI rata-rata nasional adalah 450.
Penggalang kemtraan dan kerjasama di antara begitu banyak komponen pemerintah dan masyarakat memerlukan : rencana, koordinasi, upaya, dan sumber daya yang memadai. Setiap sektor perlu memunyai peran dan tanggungjawab.
1.Pemerintahan Pusat
Pemerintah Indonesia telah memberi komitmennya untuk ikut di dalam MDGs yang bertujuan antara lain pada tahun 2015-tinggal 10 tahun dari sekarang-menurunkan juga angka kematian ibu yang menurut WHO dapat dicegah dengan memberi akses ibu hamil pada pelayanan kesehatan antara lain pada bidan atau tenaga kesehatan terlatih yang mampu mendeteksi bila ada kelainan pada kehamilan sedini mungkin.
Akses informasi dan layanan kesehatan pada masa kehamilan juga menjadi cara untuk mencegah penularan HIV/AIDS dan penyakit seksual lain pada perempuan. Bukan rahasia bahwa perempuan rentan terhadap penularan HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya dari para suami atau pasangannya karena nilai-nilai di masyarakat menempatkan perempuan sebagai pihak yang melayani laki-laki.
Selain itu pemerintah pusat juga mempunyai peranan dalam beberapa hal yaitu;
a. Peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dalam hal ini presiden dan kabinetnya merupakan yang terpenting dalam program kesehatan reproduksi dan hak – hak reproduksi. Pemerintah perlu menempatkan kesehatan reproduksi dan hak- hak reproduksi sebagai salah satu prioritas utama pembangunan nasional dengan mulai mengalihkan prioritas ekonomi ke prioritas kesehatan rakyat. Program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi adalah program yang secara langsung meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan rakyat Indonesia.
b. Pemerintah pusat perlu mengundangkan Undang-undang Kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi dalam waktu yang tidak terlalu lama dan mengelurakan keputusan presiden tentang kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi.
c. Pemerintah pusat perlu mengalokasikan anggaran yang cukup agar program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi dapat dijlankan secara optimal.
d. Selain itu, pemerintah pusat perlu mengambil prakarsa koordinasi dari semua unsur yang terkait dengan program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi termasuk pihak luar negeri.
e. Pemerintah pusat dalam hal ini departemen – departemen terkait perlu melakukan advokasi di pemerintah provinsi, DPRD, pemerintah kabupaten / kota untuk menempatkan program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi sebagai prioritas pembangunan di daerahnya.
f. Melakukan monitoring dan evaluasi secara nasional.
g. Melaksanakan rapat kabinet di mana kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi di agendakan secara khusus dan secara berkala.
2. Pemerintahan Provinsi
Pemerintah provinsi mempunyai andil dalam kesehatan reproduksi diantaranya yaitu:
a. Dengan pelaksanaan desentralisasi ke tingkat kabupaten / kota, pemerintah provinsi perlu menentukan kebijakan umum dan strategi kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi yang cocok dan realistis untuk dilaksanakan di provinsinya.
b. Pemerintah provinsi perlu melakukan monitoring dan evaluasi program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi di provinsinya terutama pelaksanaan teknis program di tingkat kebupaten / kota.
c. Pemerintah provinsi juga perlu berperan untuk melakukan koordinasi program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi antara unsur pemerintah, LSM, organisasi profesi, dan pihak swasta. Hal ini dilakukan dengan membentuk komisi kesehatan reproduksi tingkat provinsi.
d. Pemerintah provinsi perlu mengusahakan anggaran yang memadai dalam Rencana Strategis Daerah untuk mengsukseskan program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi, khususnya untuk pelaksanaan program, pendidikan, pelatihan dan penelitian.
e. Melaksanakan rapat pimpinan dan rapat koordinasi dimana kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi di agendakn secara khusus dan secara berkala.










BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
• Agar kebijakan, strategi dan program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dilakukan upaya terpadu antara sektor pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten / kota, kecamatan dan desa)
• Penggalang kemtraan dan kerjasama di antara begitu banyak komponen pemerintah dan masyarakat memerlukan : rencana, koordinasi, upaya, dan sumber daya yang memadai. Setiap sektor perlu memunyai peran dan tanggungjawab.
• Peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dalam hal ini presiden dan kabinetnya merupakan yang terpenting dalam program kesehatan reproduksi dan hak – hak reproduksi
• Pemerintah pusat perlu mengundangkan Undang-undang Kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi dalam waktu yang tidak terlalu lama dan mengelurakan keputusan
• Pemerintah provinsi perlu melakukan monitoring dan evaluasi program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi di provinsinya terutama pelaksanaan teknis program di tingkat kebupaten / kota
• Pemerintah provinsi perlu mengusahakan anggaran yang memadai dalam Rencana Strategis Daerah untuk mengsukseskan program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi, khususnya untuk pelaksanaan program, pendidikan, pelatihan dan penelitian
• Dengan pelaksanaan desentralisasi ke tingkat kabupaten / kota, pemerintah provinsi perlu menentukan kebijakan umum dan strategi kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi yang cocok dan realistis untuk dilaksanakan di provinsinya



2. SARAN
• Kepada seluruh instansi terkait agar lebih memperhatiakan kesehatan reproduksi
• Kepada pemerintah pusat dan daerah agar lebih memperhatikan perkembangan kesehatan reproduksi di Indonesia







































DAFTAR PUSTAKA
Siswono.dalam http://www.kompas.co.id 19 desember 2009 13:16:20
---kespro wanita dan uu kesehatan dalam http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1113194929,32144,
BKKBN.2005.Kebijakan dan strategi nasional kesehatan reproduksi.Jakarta:BKKBN
Jrnal Kesehatan Reproduksi thn 2007

PENYAKIT LEPTOSPIROSIS (PES)

ISI
I. DEFINISI
Ada yang menduga wabah ini berasal dari India yang dibawa oleh kapal para pedagang yang pulang dari India ke Timur Tengah dan Genoa di Itali, dan menyebar ke Indonesia melalui cara yang serupa. Ada yang menduga kuman ini dibawa oleh tentara Mongol yang menyerbu dari Asia ke Eropa melalui jalan darat. Kemudian diketahui bahwa kuman pes menyebar melalui binatang pengeratPes merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat
ditularkan kepada manusia.
Pes juga merupakan penyakit yang bersifat akut disebabkan oleh kuman/bakteri. Selain itu pes juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang bernama Pasteurella pestis. Pes merupakan infeksi pada hewan pengerat liar, yang dikeluarkan dari satu hewan pengerat ke hewan lain dan kadang-kadang dari hewan pengerat ke manusia karena gigitan pinjal
II. PENYEBAB PES
• Morfologi dan identifikasi
Pasteurella pestis adalah batang Gram-negatif gemuk yang menunjukkan pewarnaan bipolar yang mencolok dengan pewarnaan khusus. Bakteri ini tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh sebagai anaerob fakultatif pada banyak perbenihan bakteriologi. Pertumbuhan bakteri lebih cepat bila berada dalam perbenihan yang mengandung darah atau cairan jaringan dan tumbuh paling cepat pada suhu 30o C. Dalam biakan agar darah pada suhu 37o C, dalam 24 jam dapat muncul koloni yang sangat kecil. Suatu inokulum virulen, yang berasal dari jaringan terinfeksi, menghasilkan koloni abu-abu dan kental, tetapi setelah dibiak ulang di laboratorium, koloni menjadi tak teratur dan kasar. Organisme ini tidak banyak memiliki aktivitas biokimia, dan hal ini agak bervariasi.
Semua pasteurella pestis memiliki lipopolisakarida dengan aktivitas endotoksik bila dilepaskan. Organisme ini menghasilkan banyak antigen dan toksin yang bertindak sebagai faktor virulensi. Bakteri ini menghasilkan koagulase pada suhu 280 C (suhu normal pinjal) tetapi tidak pada suhu 350 C (penularan lewat pinjal akan rendah atau tak pernah terjadi dalam cuaca yang sangat panas). Pasteurella pestis juga menghasilkan bakteriosin (pestisin); enzim isositrat liase, yang konon bersifat khusus; dan hasil-hasil lainnya. Beberapa antigen pasteurella pestis bereaksi silang dengan pasteurella lain.

Gb. Pasteurella pestis
• Patogenisis dan patologi
Bila pinjal menggigit hewan pengerat yang terinfeksi dengan pasteurella pestis, organisme yang termakan akan berkembang biak dalam usus pinjal itu dan, dibantu oleh koagulase menyumbat proventrikulusnya sehingga tidak ada makanan yang dapat lewat. Karena itu, pinjal lapar dan ususnya tersumbat sehingga akan menggigit dengan ganas dan darah yang dihisapnya terkontaminasi pasteurella pestis dari pinjal, darah itu dimuntahkan dalam luka gigitan. Organisme yang diinokulasi dapat difagositosis, tetapi bakteri ini dapat berkembang biak secara intra sel atau ekstra sel. P pestis dengan cepat mencapai saluran getah bening, dan terjadi radang haemorrogic yang hebat dan kelenjar-kelenjar getah bening yang membesar, yang dapat mengalami nekrosis. Meskipun infasinya dapat berhenti di situ P pestis sering mencapai ke aliran darah dan tersebar luasPes disebablan oleh :
 Kuman/BAKTERI Yersinia pestis(Pasteurella pestis).
 Kuman berbentuk batang,ukuran 1,5-2X0,5-0,7 mikron.
 Bersifat bipolar,non motil,non sporing.
 Gram negatif
 Pada suhu 280C merupakan suhu optimun tetapi kapsul terbentuk tidak sempurna
 Pada shu 370C merupakan suhu yang terbaik bagi pertumbuhan bakteri tersebut.

III. VEKTOR PES
Vektor pes adalah pinjal.Di Indonesia saat ini ada 4 jenis pinjal yaitu: Xenopsylla
cheopis.culex iritans,Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus.
IV. RESERVOIR
Reservoir utama dari penyakit pes adalah hewan –hewan rodent (tikus,kelinci).Kucing di
Amerika juga pada bajing.
V. CARA PENULARAN
Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent.Kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit,dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi,dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan.
Bagan penularan penyakit pes
1.Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orang – orang yang bila digigit oleh
pinjal tikus hutan yang infektif.Ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja di hutan,ataupun
pada orang-orang yang mengadakan rekreasi/camping di hutan.
2. Direct contact
Penularan pes ini dapat terjadi pada para yang berhubungan erat dengan tikus hutan,
misalnya para Biologi yang sedang mengadakan penelitian di hutan, dimana ianya
terkena darah atau organ tikus yang mengandung kuman pes.
3.Kasus yang umum terjadi dimana penularan pes pada orang karena digigit oleh pinjal
infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes.
4.Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal .Pinjalyang efektif kemudian
menggigit manusia.
5.Penularan pes dari orang ke orang dapat pula terjadi melalui gigitan pinjal manusia Culex Irritans (Human flea)
6. droplet Penularan pes dari orang yang menderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan.
Pada no.1s/d5,penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo.Pes
bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes)
VI. MASA INKUBASI
Masa inkubasi untuk penyakit pes bubo adalah 2-6 hari, sedang masa inkubasi untuk pes
paru paru adalah 2-4 hari.
VII. GEJALA KLINIS
Ada 3 jenis penyakit plague yaitu:
 Bubonic plague : Masa inkubasi 2-7 hari. Gejalanya kelenjar getah bening yang dekat dengan tempat gigitan binatang/kutu yang terinfeksi akan membengkak berisi cairan (disebut Bubo). Terasa sakit apabila ditekan. Pembengkakan akan terjadi. Gejalanya mirip flu, demam, pusing, menggigil, lemah, benjolan lunak berisi cairan di di tonsil/adenoid (amandel), limpa dan thymus. Bubonic plague jarang menular pada orang lain.
 Septicemic plague : Gejalanya demam, menggigil, pusing, lemah, sakit pada perut, shock, pendarahan di bawah kulit atau organ2 tubuh lainnya, pembekuan darah pada saluran darah, tekanan darah rendah, mual, muntah, organ tubuh tidak bekerja dg baik. Tidak terdapat benjolan pada penderita. Septicemic plague jarang menular pada orang lain. Septicemic plague dapat juga disebabkan Bubonic plague dan Pneumonic plague yang tidak diobati dengan benar.
 Pneumonic plague : Masa inkubasi 1-3 hari. Gejalanya pneumonia (radang paru2), napas pendek, sesak napas, batuk, sakit pada dada. Ini adalah penyakit plague yang paling berbahaya dibandingkan jenis lainnya. Pneumonic plague menular lewat udara, bisa juga merupakan infeksi sekunder akibat Bubonic plague dan Septicemic plague yang tidak diobati dengan benar.
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis pes:
1. Diagnosis lapangan :
Diagnosis di lapangan ditemukan adanya tikus mati tanpa sebab-sebab yang jelas (rat
fall) di daerah fokus pes atau bekas fokus pes.
2. Diagnosis Klinis :
Adanya demam tanpa sebab-sebab yang jelas (FUO = Fever Unkwon Origin) Timbul
bubo/mringkil/sekelan (pembengkakan kelenjar) sebesar buah duku pada
leher/ketiak/selangkangan.
Batuk darah mendadak tanpa tanpa gejala yang jelas sebelumnya.
Human Hulan Flea Human
Human Human
3. Diagnosa Laboratorium :
Macam-macam pemeriksaan yang dilakukan laboratorium adalah:
1. Pemeriksaan Serologi :
__ Spesimen yang diperiksa adalah serum,yang berasal dari:
Rodent (tikus)
Manusia
Species hewan lain seperti anjing,kucing
Spesimen hewan, manusia dinyatakan positif pada tikus I :128.
2. Pemeriksaan Bakteriologi
Sepeciman yang diperiksa:
__ Untuk manusia :darah,bubo,sputum
__ Organ tikus:limpa,paru,hati
__ Pinjal
Preparat
FA organ
Kultur Phage Kimiawi Kesimpulan
+ + + + Positif
- + + + Positif
- - x x Negatif
+ - x x Tersangka +
IX. PENGOBATAN
1. Untuk tersangka pes
a) Tetracycline 4x250 mg biberikan selama 5 hari berturut-turut atau
b) Cholamphenicol 4x250 mg diberikan selama 5 hari berturut-turut
2. Untuk Penderita Pes
Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari (IM) selama 2 hari berturut-turut,kemudian
dosis dikurangi menjadi 2 garam/hari selama 5 hari berturut-turut.Setelah panas hilang
dilanjutkan dengan pemberian :
a) Tetracycline 4-6 gram/hari selama 2 hari berturut-turut,kemudian dosis diturunkan
menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut atau
b) Chlomphenicol 6-8 gram/hari selama 5 hari berturut –turut, kemudian dosis
diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut.
3. Untuk pencegahan terutama ditujukan pada:
a) Penduduk yang kontak (serumah) dengan pendeita pes bobo.
b) Seluruh penduduk desa/dusun/RW jika ada penderita pes paru
Tetapi yang dianjurkan adalah dengan pemberian Tertracycline 500mg/hari selama 10
hari berturut-turut
X. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan
tikus serta pinjalnya.
Cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak antara tikus beserta pinjalnya dengan
manusia seperti:
1. Penempatan kandang ternak di luar rumah.
2. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung sehingga mengurangi kesempatan
bagi tikus untuk bersarang (rat proof).
3. Membuka beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca
sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya.
4. Lantai semen.
5. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin dicapai
atau mengundang tikus.
6. Melaporkan kepada petugas Puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa
sebab yang jelas (rat fall).
7. Tunggi tempat tidur lebih dari 20 cm dari tanah.
XI. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Sistem pencatatan dan pelaporan menggunakan sistim yang berlaku, dan bilamana
diperlukan dapat menggunakan formulir khusus.
Data yang dipergunakan untuk mengetahui situasi epidemiologi pes di suatu daerah
antara lain:
1. Jumlah penderita/tersangka penderita pes(panas dsn bubo,panas disertai batuk darah
yang akut.
2. Jumlah kematian penderita pes.
3. Data rat fall (tikus mati)
4. Jumlah specimen dari hewan dan manusia yang dikumpulkan.
5. Jumlah specimen dari hewan dan manusia yang positif.
6. Macam dan jumlah species rodent (tikus)
7. Macam dan jumlah species pinjal.
8. Flea indeks
Dalam keadaan kejadian luar biasa/wabah maka sistem pelaporan yang digunakan :
1. Laporan bersifat segera (sistim pelaporan 24 jam)
2. Laporan khusus (mingguan) yang berisi :
__ Jumlah kasus dan kematian
__ Penyebaran geografis
__ Tindakan-tindakan dan hasilnya
__ Bantuan yang dibutuhkan dari pusat dll.
4. Laporan penaggulangan KLB/wabah secara menyeluruh ( dari permulaan wabah
sampai selesai )


DAFTAR PUSTAKA

Adelberg, Jawetz, Melnick,1995, Mikrobiologi Kedokteran edisi 20, EGC, Jakarta
Anonim, 2003, Setelah SARS apa lagi, www.korantempo.com
Anonim, 2004, http://dedaunanijo.blogspot.com
Tedy, 2008, Virus dan Monera, http://tedbio.multiply.com/journal/item/12
Fahmi, Umar.2000.Petunjuk pemberantasan Pes di Indonesia .DEPKES RI: Jakarta